Menulis Sosial-Politik || Menulis Tentang Entertainment, Mostly K-industry
Tampilkan postingan dengan label koruptor bencana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label koruptor bencana. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Oktober 2021

Tangan Jahil Koruptor Daerah dalam Penderitaan Korban Bencana

 “Tangan Jahil Koruptor Daerah dalam Penderitaan Korban Bencana”




Posisi Indonesia yang strategis dikelilingi oleh ‘Ring Of Fire’ telah menjadikan negara ini mengalami rawan akan bencana alam. Sering kali yang dijumpai di Indonesia, seperti gempa bumi, banjir, longsor, tsunami maupun bencana lainnya. Jika kita kilas balik ke tahun 2018, setidaknya Indonesia mengalami tiga bencana besar – seperti gempa yang terjadi di Lombok, tsunami di Donggala, maupun Tsunami di Selat Sunda. Mirisnya, di tengah penderitaan, masih banyak yang melakukan penyelewengan bantuan dana yang seharusnya ditunjukkan kepada masyarakat. Bahkan, lebih parahnya lagi – ada yang melakukan pungutan liar di atas penderitaan korban bencana alam.

Kejutan bagi para pelaku korupsi dana bencana pun dilayangkan, seperti adanya potensi hukuman mati. Di dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Tipikor yang mengatur mengenai hukuman mati yang memungkinkan untuk dijatuhkan. Seperti pada saat ini, semua negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang mengalami bencana alam Covid-19. Bencana ini pun sudah dijadikan sebagai bencana nasional oleh Presiden Jokowi.

Kalimat “keadaan tertentu” yang terdapat di dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor mengacu kepada tindak pidana yang dilakukan ketika negara sedang mengalami keadaan bahaya, salah satunya ialah bencana alam nasional. Bagi sebagian orang, hukuman mati telah menyalahi hak untuk hidup yang dimiliki setiap individu. Tetapi, ada pula yang berkata sebaliknya. Tuntutan pidana ini merupakan salah satu cara yang memiliki efek jera untuk memenggal keserakahan. Ketika sanksi spiritual mengenai siksa neraka enggan lagi bergerak, uang menjadi alat tebus dalam mengurangi masa tahanan, penjara berubah menjadi kamar hotel bintang tiga, maka hukuman mati layak diterapkan.

Seperti penyakit yang sudah mendarah daging, korupsi pun susah disembuhkan. Walaupun negara Indonesia adalah negara hukum dan kasus korupsi sudah diproses oleh hukum, belum tentu tindak pidana ini akan berhenti. Sebagai sebuah refleksi, apakah memang salah satu penyebab korupsi dikarenakan sistem negara ini yang masih mandul maupun para koruptor yang satu langkah lebih gesit? (Hardian, 2011). Walaupun seperti itu, korupsi sering kali dilakukan karena ada faktor pendorong yang memicu tindakan kecurangan. Di dalam teori GONE, tindak pidana korupsi dilakukan karena ada Greed, Opprotunity, Need, dan Exposes. Teori satu ini merupakan penyempurnaan dari teori Triangle Fraud yang dikemukakan oleh Cressey (1953), yang menyebutkan korupsi disebabkan oleh tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.

Di dalam teori Gone yang ditulis oleh Jack Bologne, ke empat unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain. Greed, mengandaikan keserakahan yang dilakukan oleh para koruptor, hal ini secara potensial – ada di dalam setiap individu. Opportunity, berkaitan dengan adanya kesempatan yang memberikan ‘jalan tikus’ untuk malapraktik tindak pidana korupsi – hal ini berkaitan dengan organisasi ataupun lingkungan yang memadai. Need, kebutuhan adalah salah satu sikap yang tidak pernah habis melalui konsumsi yang berlebihan dan merasa tidak cukup akan kebutuhan yang tak terselesaikan. Yang terakhir, Exposes, hal ini berkaitan dengan hukuman yang diterapkan begitu lemah, hukuman yang diberikan tidak membuat jera, dan tidak memberikan efek detterence (gentar) yang signifikan.

Hal ini bisa kita kontemplasikan dengan kasus-kasus tindak pidana korupsi bencana alam yang terjadi di daerah. Walaupun, sudah melakukan penyelewengan – hukuman pun tidak berjalan dengan baik. Beberapa diantaranya ialah seperti kasus mantan bupati Nias. Ketika tahun 2011, Binahati Benedictus – yang merupakan eks bupati Nias, terlibat dalam kasus penyelewengan dana bantuan bencana tsunami yang melanda kabupaten Nias. Dugaan korupsi tersebut terjadi dari tahun 2006 hingga 2008. Kerugian tersebut memakan anggaran sebesar Rp3,7 Miliar dari Rp9,4 miliar yang digelontorkan untuk rehabilitasi bencana alam yang terjadi pada tahun 2005 tersebut. Hukuman yang diberikan kepadanya ialah lima tahun penjara dan denda Rp200 juta. Penyelewengan yang dilakukan ialah dengan cara mark up dana bantuan yang diperuntukkan pemberdayaan masyarakat Nias pasca tsunami 2005. Kemudian, terjadi lagi di Mataram, Lombok. Anggota DPRD, Muhir, melakukan pungutan liar senilai Rp4,2 Miliar yang berasal dari anggaran proyek APBDP 2018. Padahal, anggaran tersebut untuk membangun infrastruktur sekolah yang runtuh akibat gempa bumi di kota Mataram. Namun, lagi-lagi, Muhir hanya diberikan vonis dua tahun penjara dan dikenakan denda sebanyak Rp50 juta. Hingga, pungutan liar pun terjadi di bagian NTB lainnya yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Agama – dengan tujuan untuk merenovasi masjid akibat gempa yang menimpa NTB.

Keserakahan untuk meraup keuntungan pribadi dengan memanfaatkan kondisi bencana alam sangatlah mematikan. Selain, merugikan masyarakat yang terdampak, lingkungan tidak lekas membaik, dan miss management untuk rehabilitasi pun akhirnya berjalan dengan meninggalkan keadilan yang seharusnya dipeluk erat oleh para korban bencana alam. Alih-alih, korupsi yang bersumber dari APBN/ APBD/ dana pihak lain malah dijadikan sebagai tangan jahil dalam penanganan bencana yang terjadi. Keserakahan dilakukan dengan berbagai cara untuk memenuhi hasrat yang ingin digapainya.

Seperti, yang terjadi di Kabupaten Mataram – Muhir memeras uang ke dinas pendidikan karena telah memuluskan rencana proyek rehabilitasi unit gedung SD dan SMP yang dianggarkan Rp4,2 Miliar. Dengan adanya kesempatan tersebut, Kesempatan ini lah yang memicu terjadinya kecurangan (Albrecht, 2004). Kesempatan tersebut didasari oleh kebutuhan yang ia ingin penuhi. Muhir pun mendapatkan 31 juta atas kecurangan tersebut. Hukuman yang didapatkan pun hanya dua tahun dalam masa tahanan.

Masih banyak kasus-kasus korupsi dana bencana alam yang terjadi di Indonesia, bahkan kasus-kasus korupsi ini pun menimpa “Pokmas” yang dipercayai untuk menyalurkan dana bantuan tersebut kepada masyarakat. Penggelapan uang ini terjadi di Mataram, penggelapan uang ini seharusnya dipakai untuk membangun rumah di desa Sigerongan, Lombok yang terdampak gempa. Alih-alih, uang tersebut tidak diberikan. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan individu dan melakukan aktivitas judi online (Kompas, 2019).

Dari sini bisa terlihat, bahwa korupsi akan memperburuk dampak bencana alam yang terjadi, hingga memperberat beban dari penderitaan korban. Penggelapan tersebut menjadi biang kerok yang mengakibatkan kegagalan pemerintah dalam meminimalkan kerusakan yang terjadi, merehabilitasi secara maksimal pascabencana, membangun sdm pulih kembali hingga menata kembali infrastruktur yang terdapat di kota yang terdampak tersebut.

Dampak tersebut secara rinci bisa berdampak kepada politik dan pemerintahan suatu daerah, korupsi akan menjadikan penguatan dari sistem plutokrasi itu sendiri – kekuasaan dimiliki para elite politik, mereka yang memiliki modal. Dalam kasus bencana, korupsi tidak akan memberikan masyarakat kepada sikap simpati, melainkan menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintah.  Dampak masif korupsi lainnya yang pun terjadi dalam kerusakan lingkungan, melihat bahwasanya bencana alam sudah menghancurkan rumah-rumah hingga pelayanan publik pun merupakan kisah yang memilukan. Diperparah lagi dengan melakukan korupsi, akibatnya akan terjadi penurunan kualitas dari lingkungan hidup. Korupsi bencana alam telah menghambat rehabilitasi fasilitas privat, publik, hingga lingkungan hidup itu sendiri. Hal ini pun memicu penurunan kualitas hidup dari sdm, kerusakan yang sudah parah ditambah perparah – akan berdampak kepada jaminan kesehatan masyarakat.

Praktik korupsi lainnya pun berdampak terhadap perekonomian masyarakat, mahalnya harga komoditas pun terbentuk. Kondisi ini terjadi karena harus menutupi kerugian, pun korupsi telah memperlambat pengentasan kemiskinan. Ketika fasilitas publik maupun pribadi rusak, akhirnya banyak sekali masyarakat yang menjadi pengangguran. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, dampak dari bencana Covid-19, gelombang PHK Karyawan meningkat hingga tingkat pengangguran yang diprediksi mengalami kenaikan hingga 2,9 – 5,2 juta orang. Gelombang PHK ini bisa dirasakan oleh 300 karyawan Ramayana yang diputus kontraknya, karena perusahaan tidak mampu lagi menutup biaya. Yang terakhir, korupsi akan berdampak kepada kesejahteraan sosial di suatu kota. Ketika bencana alam sudah melanda, masyarakat sudah tidak memiliki pemasukan yang pasti. Maka, sifat solidaritas gotong royong pun akan menjadi suatu hal yang langka. Hingga, dampak paling buruk yang terjadi ialah peningkatan kriminalitas di masyarakat. Hal ini terbukti dengan peningkatan kriminalitas yang terjadi selama masa pandemi Covid-19, peningkatan ini sebesar 19,72 persen. Kasus ini antara lain seperti pencurian, kejahatan, hingga bunuh diri.

Korupsi yang terjadi yang menambah penderitaan korban bencana merupakan tanda bahaya bagi kita semua. Dari sini, kita bisa menyadari bahwa korupsi sudah merajalela ke banyak sektor dan mulai tidak terkendali. Ketika korupsi sudah memasuki stadium gawat darurat (Syed Hussain, 1981), maka korupsi akan menyebar secara menyeluruh, tersistematis, dan akan saling menghancurkan. Bencana korupsi akan memantik bencana lainnya untuk datang menggerogoti negara – fasilitas publik buruk, biaya politik akan makin mahal, kemiskinan yang terjadi pada masyarakat, sampai rusaknya lingkungan hidup. Maka, rekomendasi yang bisa diberikan ketika terjadi korupsi dalam bidang bencana ialah, 1) pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat untuk mencegah bencana korupsi, dan semua jenis korupsi yang terjadi; 2) memperkuat pengawasan kepada pemerintah daerah yang menggunakan anggaran ataupun dana untuk membantu korban yang terdampak; 3) melakukan penunjukan langsung ketika memberikan bantuan, dibandingkan dengan adanya mekanisme tender. Hal ini sangat rawan terjadi praktik penyelewengan; 4) perbaikan tata kelola dana bencana dengan memperhitungkan prioritas yang perlu dilakukan, pengkoordinasian, pengelolaan dana hingga audit. Kendati demikian, korupsi yang terjadi pada kondisi bencana alam pun akan minim dan rehabilitasi akan berjalan secara maksimal.

 

Daftar Pustaka

Jurnal dan Buku

Albrecht, W. S. 2004. Fraud and corporate executives: Agency, stewardship and broken trust. Journal of Forensic Accounting, Vol 5, page 109-130.

Bologna, J., Lindquist, R. J., & Wells, J. T. 1993. The Accountant's Handbook of Fraud and Commercial Crime: Wiley New York, NY.

Hardian, I. 2011. Kasus pengadaan barang/jasa berdasarkan temuan BPK RI. Jurnal Pengadaan, Senarai Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, 1.

Syed Hussein. 1975. Sosiologi Korupsi. Jakarta: LP3ES

 

Artikel Online

Detik. 2017. Korupsi Dana Bencana Alam Mantan Bupati Nias Divonis 5 Tahun. Diambil dari  https://news.detik.com/berita/d-1700996/korupsi-dana-bencana-alam-mantan-bupati-nias-divonis-5-tahun.

ICW. 2019. Korupsi dan Bencana [E-Bulletin]. Diambil dari https://antikorupsi.org/id/bulletin/korupsi-dan-bencana.

ICW. 2019. Korupsi Bencana, Bencana Korupsi. Diambil dari https://antikorupsi.org/id/opini/korupsi-bencana-bencana-korupsi.

Kata Data. 2020. Kriminalitas Meningkat Selama Pandemi Corona Sebanyak Apa. Diambil dari https://katadata.co.id/berita/2020/04/22/kriminalitas-meningkat-selama-pandemi-corona-sebanyak-apa.

Kumparan. 2018. Korupsi Bencana Jauh Dari Hukuman Mati. Diambil dari https://kumparan.com/sabir-laluhu/korupsi-bencana-jauh-dari-hukuman-mati-1539483837110164209/full.

Kompas. 2019. Bendahara Pokmas Gelapkan Dana Gempa Rp 400 Juta untuk Judi Online. Diambil dari https://regional.kompas.com/read/2019/11/01/10190111/bendahara-pokmas-gelapkan-dana-gempa-rp-400-juta-untuk-judi-online.

Warta Ekonomi. 2020. Gelombang PHK Makin Mengancam 300 Karyawan Ramayana. Diambil dari https://www.wartaekonomi.co.id/read280017/gelombang-phk-makin-mengancam-300-karyawan-ramayana-bahkan-belum-terima-pesangon.

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-politik-dan-demokrasi

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-kerusakan-lingkungan

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-sosial-dan-kemiskinan

 

 

Sandi Menyebarkan Optimisme Peluang Bisnis UMKM di Masa Pandemi

  Sandi Menyebarkan Optimisme Peluang Bisnis UMKM di Masa Pandemi   Sandiaga Uno menyebarkan optimisme peluang bisnis Usaha Mikro, Kecil...