Geger Narasi Provokatif, Jokowi disuruh Hengkang dari Jabatan Presiden
Oleh
: Marsya Martia
Seruan narasi provokatif geger menyudutkan Jokowi untuk hengkang dari
jabatan presiden.
Dari ajakan aksi
melalui ‘Jokowi Endgame’, hingga cuitan tagar ‘Mundur Aja Pakde’,
telah ramai tergaungkan di media sosial. Banyak pihak yang menyuruh Presiden Joko Widodo agar turun dari kursi nomor
satu di Indonesia.
Cuitan penurunan
Jokowi di twitter
dengan tagar #MundurAjaPakde ramai,
hingga trending beberapa waktu lalu. Melihat
kicauan provoktif
tersebut, Ali Mochtar Ngabalin, selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden ikut ambil suara.
Ngabalin menutur mereka sebagai sampah demokrasi yang
memiliki hati dengki. Sebutan sampah demokrasi tersebut, telah diutarakannya melalui akun twitternya
@AliNgabalinNew.
“Sampah-sampah Demokrasi minta Jokowi mundur,
banyak yang sakit hati karena selain tidak ikhlas juga karena lukanya sangat
dalam,” tulis Ngabalin pada Jumat (9/7). Ia juga menutup cuitan tersebut
dengan sebuah pantun, “Hati-hati licin jika terjatuh patah tangan. Barang siapa
selalu ngibulin, serbet Ngabalin akan turun tangan.”
Hal ini berbanding balik dengan
respon Ustaz Haikal Hassan, yang sepakat mengenai penurunan Jokowi selaku
presiden. “Pak Jokowi, maaf, saya oposisi dan saya
setuju mengenai pendapat yang menyarankan Bapak untuk mundur,” katanya di dalam sebuah video
“Apakah Corona Mematikan” di Cyber TV pada Minggu (9/21).
Pendakwah
yang terkenal sering memberi kritik satu ini pun mengatakan, apabila Pak Jokowi tidak mau
mundur dari jabatan, ia merasa tidak keberatan. Ia hanya mengusulkan proposal
pengunduran Jokowi dari jabatannya.
Selain cuitan
‘Mundur Aja Pakde’, aksi penurunan Jokowi terlihat melalui poster ‘Jokowi
Endgame’. Poster tersebut tengah disoroti publik dikarenakan adanya seruan
untuk melakukan aksi demonstrasi. Badan Intelejen Nasional (BIN) pun turun
tangan menindak viralnya poster aksi
tersebut.
BIN menyebutkan
bahwa ada pihak-pihak yang memiliki kepentingan terselubung, dengan tujuan
untuk memprovokasi rakyat agar melakukan aksi di tengah pandemi COVID-19.
Salah satu Deputi
VII BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan demonstrasi memang dilindungi oleh
konstitusi, namun ketika dilaksanakan di masa pandemi sangatlah riskan. Ia
mengatakan seruan aksi tersebut tidak merefleksikan jiwa patriotis, karena
seluruh elemen bangsa sedang melawan penyebaran virus Corona.
“Demonstrasi atau unjuk rasa
merupakan bagian dari penyebaran aspirasi yang dilindungi oleh konstitusi.
demikian, aksi demonstrasi di masa pandemi COVID-19 sangat berbahaya dan tidak
mencerminkan jiwa patriotis karena negara dan seluruh elemen bangsa saat ini
sedang menghadapi penyebaran virus Corona," kata Wawan saat ditengah
wawancarai, Minggu (25/7).
Ia juga menghimbau
masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan narasi yang bermunculan di media
sosial dan mematuhi
kebijakan PPKM. Mengingat aksi demontrasi bisa
memunculkan klaster baru dalam penularan COVID-19. BIN menyarakan agar
masyarakat menyampaikan aspirasi dengan cara lain, demi mengurangi potensi penyebaran di
masa krisis.
"PPKM
yang menjadi naskah sorotan dalam ajakan demonstrasi, dibuat oleh pemerintah
dengan tujuan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan warga. Siapa saja yang
berencana untuk melakukan aksi, lebih baik menyampaikan aspirasi dengan cara
lain, baik secara tertulis maupun langsung, disampaikan dengan baik dengan
konsep akademik dan lain sebagainya," sebutnya.
BIN pun tidak
tinggal diam mengenai narasi provokatif yang beredar tersebut. BIN melakukan
pendeteksian dan koordinasi melalui forum Kominda ataupun Forkominda untuk
menindaklanjuti situasi hasutan yang marak di media sosial. BIN juga mengajak
masyarakat untuk menolak aksi di masa pandemic COVID-19 dan membutuhkan
solidaritas dari semua elemen masyarakat.
"Masyarakat
diimbau untuk mewaspadai narasi provokatif di media sosial dan menolak demo di
masa pandemi COVID-19. Saat ini yang dibutuhkan adalah solidaritas semua pihak,
untuk bersama-sama mengatasi virus Corona,” tutup Wawan.