Start-up acapkali dikaitkan dengan perusahaan yang berbasis teknologi dan informasi. Nyatanya start-up pertama kali muncul karena dikaitkan sebagai perusahaan mutakhir yang sedang dikembangkan pada akhir tahun 90-an sampai tahun 2000. Istilah start-up mulai dikenal secara publik pada masa munculnya fenomena dot-com bubble. Fenomena ini terjadi dikarenakan bursa saham di negara industri mengalami kenaikan nilai ekuitas secara signifikan berkat berkembang dan tumbuhnya industri sektor internet dan bidang-bidang yang terkait. Praktek ini disebut sebagai investasi prefix, dimana perusahaan dengan akhiran “.com” ataupun awalan “e-“ mengalami kenaikan yang pesat di dalam harga saham.
Meningkatnya saham di dalam industri sektor
internet, makin banyak orang-orang yang memulai dan mengembangkan bisnisnya di dalam bidang internet. Dari situ, start-up mulai lahir dan bermunculan. Start-up memang identik dengan bisnis yang mengusung digitalisasi
sebagai temannya. Padahal, start-up diartikan sebagai perusahaan yang dirancang dan dibentuk
untuk tumbuh dengan cepat dan inovatif untuk menjawab kondisi dari ketidakpastian
yang tinggi.
Perkembangan start-up di Indonesia pun sudah mulai bermunculan semenjak tahun 2000-an yang
banyak dilahirkan oleh para pemuda di Indonesia dan memang Indonesia menjadi
salah satu target pasar yang memukau para pengusaha start-up dikarenakan
jumlah penduduknya yang besar ke-4 di dunia. Ditambah lagi dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang terbuka dengan teknologi baru. Tetapi, tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa banyak perusahaan start-up yang dirintis oleh para pemuda di Indonesia tidak bertahan lama karena harus
kalah bersaing dengan start-up yang merekrut tenaga asing. Namun masih banyak
perusahaan start-up di Indonesia yang masih berkembang saat ini, hal ini pun
juga dipengaruhi oleh modal dari investor dan intervensi pemerintah dalam
penentu berkembangnya suatu perusahaan start-up di Indonesia. Tanpa dukungan pemerintah, maka start-up pun sulit berkembang dalam pelaksanaannya.
Kegagalan start-up akan melahirkan pengangguran yang baru, hal ini tentu sangat dihindari
dalam aktivitas ekonomi di suatu negara. Layaknya teori John Maynard Keynes, ia
mempunyai gagasan bahwasanya perlunya intervensi pemerintah dalam aktivitas
ekonomi untuk menghindari peristiwa depresi yang tinggi dalam ekonomi suatu
negara. Dengan melibatkan pemerintah, maka hal ini mendorong kembali kedudukan
permintaan dan penawaran dalam pasar melalui kebijakan belanja dan investasi.
Kebijakan pemerintah dalam mengintervensi suatu perekonomian tentunya
disesuaikan dengan kondisi pasar yang sedang berkembang. Hal ini untuk
mengatasi kegagalan pasar, mengendalikan eksternalitas, dan mendorong
persaingan yang sehat di dalam aktivitas ekonomi. Apabila kondisi pasar sudah
efektif, maka intervensi negara akan cenderung rendah karena pemerintah hanya
memposisikan kedudukannya sebagai regulator dan supervisor. Maka dari itu,
tingkat intervensi negara dalam suatu aktivitas ekonomi harus adaptif sesuai dengan
kondisi pasar yang ada.
Sayangnya, bukan menjadi rahasia umum lagi
bahwa realitas yang terjadi di Indonesia ialah bahwa segala kegiatan yang
berafiliasi dengan politik berpotensi gagal. Dikarenakan manusia jika sudah
berpolitik bagaikan “Homo Homini Lupus”, manusia adalah serigala bagi manusia
lain. Hal ini yang memunculkan kepentingan-kepentingan yang bukan untuk
menyejahterakan perekonomian untuk bersama, tetapi hanya untuk kepentingan
pribadi semata. Yang pada akhirnya, melahirkan berbagai drama yang dibuat oleh
perpolitikan tersebut. Drama dari perpolitikan ini tentu bisa membawa ke dalam
kegagalan pasar ekonomi. Hal ini bisa menjadi penghambat dalam berjalannya start-up di suatu negara. Pemerintah akan dipandang lungai dalam menjaga iklim
ekonomi yang baik dan stabil. Maka dari itu, para pengusaha start-up harus bisa membaca kondisi politik di negaranya dan mengeluarkan anggaran
untuk mengantisipasi risiko politik.
Risiko politik ini yang menghambat investasi
dan iklim yang sehat dalam aktivitas ekonomi memang sudah seharusnya dihindari
oleh pemerintah. Pemerintah sudah seharusnya melihat kehadiran start-up sebagai salah satu peluang untuk mendorong dan menopang pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Jika start-up berhasil dan berkembang, maka tentunya akan memantik
pertumbuhan ekonomi ke depan. Maka, sudah seharusnya pemerintah membantu dan
mengawal perkembangan perusahaan start-up agar bisa menjadi unicorn yang bisa menghasilkan
devisa untuk negara.
Pemerintah juga bisa melakukan upaya dengan
memberikan jaminan produk, pemberian produk, dan memberi insentif fiskal untuk
mendorong perkembangan start-up menjadi sektor industri yang kuat. Dengan melihat
potensi yang berkembang di bidang teknologi, maka perkembangan tersebut harus
diikuti pembinaan yang dilakukan oleh para pengusaha. Dimana para pengusaha tersebut sudah berhasil dalam pengembangan start-up. Hal ini berguna untuk mendorong perkembangan produk dan
pemasarannya. Kemudian, para pengusaha start-up dan pemerintah pun harus berkolaborasi dalam menyelesaikan permasalahan
yang ada dengan inovasi-inovasi melalui kolaborasi antara masyarakat di daerah,
pengusaha dan pemerintah.
Salah
satu contohnya ialah lahirnya start-up untuk menyejahterakan kelompok nelayan di Indonesia,
yaitu Aruna. Aplikasi IT satu ini berkolaborasi dengan para kelompok nelayan
dan pasar dengan skala nasional maupun internasional. Tentunya hal ini menjadi
salah satu kolaborasi yang mendorong kesejahteraan masyarakat Indonesia,
khususnya bagi para nelayan. Yang pada akhirnya, start-up yang berbasis pada gerakan akar rumput tersebut bisa memandirikan nelayan
tanpa bantuan korporasi yang selama ini
melekat dan lebih bersifat menguntungkan satu pihak saja.
Perkembangan
start-up pun memang sudah seharusnya dimanfaatkan sebagai
digitalisasi ekonomi. Selain menjadi primadona yang baru dalam perekonomian
Indonesia, start-up juga bisa melahirkan ekonomi kreatif yang bertujuan
untuk menyejahterakan masyarakat. Banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan
sebagai salah satu jalan untuk dikembangkan sebagai bisnis baru di Indonesia.
Keanekaragaman budaya dan hayati yang dimiliki Indonesia, sudah seharusnya
diarahkan untuk menjadi potensi industri ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif
memiliki peluang yang tinggi untuk menyumbangkan devisa kepada Negara.
Pemerintah
Indonesia dan para perintis start-up perlu bekerja dan berkolaborasi lebih cepat dan erat
untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan. Karena dengan
ekonomi digital, Indonesia bisa memperoleh pemanfaatan yang besar jikalau dikembangkan dengan komitmen yang tinggi. Apalagi perkembangan suatu
teknologi dan informasi mulai memiliki peran yang signifikan dalam aktivitas
ekonomi suatu negara. Kemajuan teknologi dan informasi ini pun tidak bisa
dibendungi dalam kehidupan modern saat ini, karena kemajuan ini berjalan
beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Setiap inovasi yang
dilahirkan tentunya untuk menjawab permasalahan dan tantangan yang ada di dalam
kegiatan sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini pun akan
menghasilkan dampak yang positif bagi negara, dampak tersebut bisa mendorong
pertumbuhan ekonomi dan produktivitas industri yang besar dikarenakan adanya
investasi yang berlangsung secara besar-besaran. Perkembangan yang pesat ini
juga harus mengantisipasi negara untuk mempersiapkan tenaga kerja yang sesuai
dengan kualifikasi perkembangan zaman.
Referensi
Amalia, Dina. 2017. Karakter dan Perkembangan Bisnis Start-up
Digital di Indonesia. Diakses dari
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-karakter-dan-perkembangan-bisnis-startup-di-indonesia/.
[Online].
John M. Keynes.
1936. The General Theory of Employment, Interest and Money. New York: Harcourt
Brace.
Syauqi, Ahmad Thariq. 2016. Startup sebagai Digitalisasi Ekonomi
dan Dampaknya bagi Ekonomi Kreatif di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar